damaiduniaku

kedamaian akan menunjukkan dirinya pada dunia..... Sambut dan berdamailah dengannya....

Foto Saya
Nama:
Lokasi: Jakarta, Jakarta, Indonesia

Seorang Anak Manusia yang mencari jati dirinya...

Jumat, 27 November 2009

“SCIENCE AND HUMAN CONSCIENCE” (Melihat Hubungan Sains* dan Kesadaran Manusia)

“SCIENCE AND HUMAN CONSCIENCE”
(Melihat Hubungan Sains* dan Kesadaran Manusia)

By: Abduh Muhammad


Pendahuluan
    Sains adalah bagian terpenting dari perjalanan panjang peradaban manusia. Sains merupakan hasil pikiran manusia yang muncul dari sebuah kesadaran manusia tentang segala sesuatu. Dari zaman ke zaman, dalam kehidupannya, manusia selalu berusaha untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Dengan kesadaran dan berbagai masalah yang dihadapinya, ilmu pengetahuan manusia akan semakin berkembang dan kompleks. Sains berkembang seiring dengan meningkatnya kesadaran terhadap diri manusia sebagai alam kecil (mikrokosmos) dan kesadaran terhadap alam raya diluar dirinya (makrokosmos).
    Disini kesadaran manusia menjadi kata kunci akan keberadaaan sains. Akan tetapi “kesadaran” ini menjadi sebuah misteri dalam sains itu sendiri. Betapa tidak, sejak dahulu para ilmuwan maupun filsuf bahkan kalangan agamawan, berusaha untuk merumuskan apa dan bagaimana sebenarnya kesadaran itu bekerja dalam diri manusia. Bahkan kalau kita menilik sejarah panjang filsfat, pembahasan tentang topik ‘kesadaran” ini belum mencapai titik final. Dan mungkin itulah sifat sains sendiri, selalu berkembang dan perbincangannya terus bergulir hingga sekarang.
    Kemudian, agama dalam ranah metafisik dan juga spiritual, juga mencoba untuk berbicara tentang konsep kesadaran akan ilmu pengetahuan. Bagaimana seorang saintis mendasarkan penelitiannya pada asumsi-asumsi metafisik, atau bahkan spiritual dalam agamamnya. Misalnya banyak filsuf muslim yang merumuskan akan kesadaran diri, kesadaran terhadap alam dan yang pasti kesadaran terhadap Tuhannya.
    Bahkan fenomena sains modern, mencoba melihat “kesadaran” pada tataran pengujian empiris terhadap mekanisme kerja otak dalam diri manusia. Sejak pertengahan tahun 1800, para ilmuwan telah menemukan cara-cara untuk memindai aktifitas otak, dan dihubungkan dengan ciri-ciri yang diyakini sangat berhubungan dengan kesadaran manusia, seperti kehendak bebas dan tanggapan terhadap rangsangan. Percobaan-percobaan menunjukkan bahwa; otak membutuhkan setengah detik untuk membuat kita sadar akan rangsangan dari luar. Hasilnya adalah suatu akal budi sadar dengan  model realitas yang memperkenankan kita berbuat lebih daripada sekedar bereaksi terhadap rangsangan atau menuruti naluri tak sadar kita, dan pada akhirnya menjadikan manusia makhluk yang canggih.
    Karena berbagai konteks pemahaman inilah, pemakalah berusaha melihat lebih jauh hubungan antara kesadaran manusia dengan sains. Kemudian yang menjadi pertanyaan utama dalam kasus ini adalah bagaimana sebenarnya hubungan kesadaran manusia dengan sains? Untuk menjawab pertanyaan itu, saya akan mencoba memberikan gambaran tentang beberapa paradigma yang melihat hubungan keduanya. Disini saya akan membatasi pembahasan pada tiga cara pandang, dimana dalam makalah ini akan melihat pandangan Filosofis, Pandangan dunia agama dan metafisik dan tentunya pandangan sainstis itu sendiri. Sehingga paling tidak kita mempunyai paradigma holistik dalam melihat relasi antara sains dan kesadaran  manusia, tidak hanya dalam tataran fisik, tetapi juga dalam pandangan filosofis dan metafisik.



A. Pandangan Filosofis Kesadaran Manusia dalam Ilmu Pengetahuan.

    Ketika objektifitas akan sebuah keberadaan ditekankan, masalah yang selalu muncul adalah bagaimana kita sebagai manusia dapat memperoleh pengetahuan tentang realitas tersebut. Kita akan selalu dihadapkan pada pertanyaan bagaimana kita mengetahui sebuah realitas itu sebagaimana adanya? Dalam sejarah perjalanan filsafat, ini mungkin menjadi perdebatan dua aliran besar dalam filsafat, antara idealisme dan realisme.
    Idelais melihat keutamaan pikiran (ide), dimana menurut idealis, manusia dapat secara mudah mendapatkan pengetahuan tentang realitas sebagai hasil dari refleksi pemikirannya. Menurutnya, realitas diterima diatas gambaran kita, sebagaimana yang dimaksudkan Kant dengan noumena nya. Itu adalah sebuah keberadaan yang eksis dan nyata, tetapi kita tidak akan pernah menerima itu sebagaimana adanya secara mutlak sebagai materi. Bagi mereka, bentuk konseptual idealisme dapat diterima menurut bagaimana diskripsi kita terhadap dunia adalah involving pemikiran sebagai sebuah keharusan.1
    Realisme akan melihat pengetahuan scara pasti bahwa sesuatu itu kita ketahui sebagaimana adanya. Karena pikiran manusia dan pengetahuan telah diproduksi dengan proses pemikiran, dimana hal tersebut diterima oleh indra, dan hasil dari semua itu adalah pemikiran manusia dan hanya bisa dipahami melalui proses mental (pikiran manusia). Atau dengan kata lain, pengetahuan itu punya keberadaan yang independen. Kereka tak tergantung pada pikiran dalam beberapa logika indrawi, sebagaimana idealis maksudkan.
    Bagi kalangan idealis, dalam melihat hubungan keduanya dimana menurut mereka “tidak ada pemisahan yang jelas antara realitas dan pemikiran manusia, karena hanya ada kemungkinan untuk bersinggungan dengan dunia nyata.  Keberadaan dunia, adalah apa yang kita dapat melalui kesadaran (konsepsi) kita tentang itu semua. Sehingga bagi kita “dunia” adalah sebuah kepastian, dunia sebagaimana kita terima apa adanya.2
    Dari kedua aliran ini, dapat kita lihat adanya relasi kuat antara kesadaran dengan ilmu (sains) yang dihasilkan mansia. Dimana kekuatan idealisme, adalah siap menjawab pertanyaan tentang bagaimana kita dapat memaknai dunia? karena dunia yang kita gambarkan adalah dunia kita, di dasarkan pada konsep kita, dimana di situ ada peran indra yang menciptakan gambaran tentang realitas tersebut. Disisi lain, realisme mempunyai problem ketika harus berhadapan dengan signifikansi dari alam, dimana sama saja dengan tidak ada alasan mengapa kita harus menolak kemampuan untuk memahami semuanya dalam mekanisme didalamnya, bahkan itu berarti kita tidak akan mengetahui sesuatu Dan ini menjadi permasalahan dalam sains manusia.
     Untuk itu disini, saya melihat bahwa idealisme lebih mampu melihat kesadaran manusia sebagai bagian tak terpisahkan dalam sains manusia, dimana dengan kesadaran terhadap sebuah realitas sekitar(alam), manusia berpikir dan merespon dengan analisa dan pemikiran (konsepsi) sehingga menghasilkan sebuah teori maupun sains aplikatif (teknologi) sehingga berguna bagi keberlangsungan kehidupannya.  Dengan kesadaran yang mendalam manusia terhadap segala realitas membuatnya menjadi makhluk yang super canggih dengan perkembangan sains yang luar biasa.

B. Kesadaran Metafisis dan Agama dalam Sains

    Sains empiris sering diawali dengan penelitian dan observasi. Tetapi, dalam seleksi penelitian dan oservasi mereka, “perkiraan” para saintis sangat penting.  Jika sains didasarkan pada sebuah observasi sederhana, maka sains akan bebas dari elemen-elemen metafisis. Tetapi, generalisasi dari pengalaman terbatas dan sederhana menuju pendapat umum selalu mengambil tempat di dalam kerangka metafisik baik secara eksplisit maupun implisit. Sebagai contoh utama misalnya, ilmu Kosmologi. Salah satu bentuk kesulitan ilmu ini adalah penelitian yang dilakukan terhadap alam semesta dari sudut tertentu, sementara ilmu pengetahuan kita tentang benda-benda angkasa diperoleh secara tidak langsung. Jadi kita diarahkan untuk memperluas area fisik kita dan perluasan ini mempergunakan berbagai asumsi yang tidak serta merta dapat diverifikasi,.
    Pada dasarnya, banyak teori-teori ilmiah disusun berdasarkan pengaruh pandangan metafisik para saintis terhadap realitas fisik alam semesta, dan seringkali juga didasarkan atas pengaruh pandangan filosofis atau agama para ilmuwan. Bahkan banyak agama yang menawarkan ide-ide dalam kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan. Dan disini dapat dikatakan bahwa, “perkiraan metafisis” dalam ilmu pengetahuan seringkali didasarkan pada pandangan dunia agama. Diman pandangan agama sangat efektif dalam memberikan orientasi terhadap penerapan ilmu pegetahuan.3
    Kemudian ketika kita mencoba melihat kesadaran dalam hubungan antara subjektif dan objektif , menurut pandangan metafisis tradisional; tidak terikat ke satu modus atau hanya ada satu kesadaran. Menurut S.H Nasr “Ada model dan derajat kesadaran terkemuka dari apa yang disebut "normal" persepsi oleh manusia dari kedua egonya sendiri dan dunia luar untuk kesadaran Ultimate Self-hood, di mana subyek dan obyek pengetahuan menjadi bersatu dalam satu kenyataan melampaui semua pemisahan dan perbedaan” 4 Kesadaran diri, dari sudut pandang metafisik tradisional, bukan semata-mata fakta biologis kehidupan umum untuk semua manusia. Ada lebih dari satu tingkat makna untuk “diri sendiri” dan lebih dari satu tingkat “kesadaran” manusia sadar akan dirinya sendiri atau ego, tapi seseorang juga berbicara tentang pengendalian diri, dan karena itu berarti bahkan dalam kehidupan sehari-hari adanya kehadiran diri lain yang mengendalikan diri rendah. ª
    Dalam penglihatan selanjutnya, dalam kehidupan sosial, kesadaran juga dapat dipengaruhi oleh budaya dan tradisi Saintis. Sebagaimana dikatakan Andre Linde, Kosmolog Rusia  bahwa “ketika para saintis memulai kerjanya, secara tidak sadar mereka dipengaruhi oleh budaya dan tradisi mereka”. Sebagai contoh; ketika kita berhadapan dengan masalah permulaan alam semesta dan kita ingin memilih antara teori-teori yang ada sekarang, mentalitas bawaan kita sangat efektif dalam menentukan pilihan. Misalnya seorang teistik dapat menafsirkan fakta-fakta yang ada dalam suatu kerangka tertentu, begitu juga dengan seorang ateis dapat melihatnya dari kerangka lain. Dengan kata lain, pandangan dunia para saintis memberikan orientasi dalam berteori dan memilih teori-teori yang ada.
    Seperti telah disebutkan sebelumnya, kegiatan ilmiyah bisa dilakukan dalam berbagai kerja metafisika. Baik seorang yang percaya kepada Tuhan maupun seorang ateis sama-sama bisa melakukan kerja ilmiyah yang berhasil. Hal ini sangat berkaitan dengan tingkat kesadaran mereka dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
    Penelitian terakhir menunjukkan bahwa ide-ide agama telah membawa pengaruh pada konstruksi, seleksi dan teori evolusi. Kelihatan secara jelas bahwa jika salah satu agama dan sains tidak menolak pengetahuan lain, maka pasti ada tempat bagi terbukanya ilmu pengetahuan. Hal inilah yang mendasari pengaruh agama terhadap sains. Dimana dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu pertama; pikiran metafisis dalam ilmu pengetahuan seringkali didasarkan pada pandangan dunia agama. Dan kedua; pandangan agama sangat efektif dalam memberikan orientasi terhadap penerapan ilmu pengetahuan.5

C. Pandangan Saintis Modern Terhadap Kesadaran Manusia.
    Beberapa teori fisika harus diawali dengan pengetahuan tentang fakta bahwa kita ada disini dan mampu untuk merefleksikannya di alam raya ini. Alam kita juga telah mampu untuk menghasikan kehidupan. Bahwa, bagaimanapun juga kita mungkin menerima bahwa disana ada hubungan antara fakta dari penelitian kita dengan berbagai macam fakta dalam alam yang kita tinggali, akan tetapi sebaliknya mungkin saja alam tidak pernah menghasilkan para peneliti tersebut. 6
    Jika kita melihat teori fisika kontemporer secara serius, mungkin akan kita temukan bahwa tidak selalu merefleksikan pikiran manusia, tetapi sebatas usaha untuk mendiskripsikan, menggambarkan dan menjelaskan keberadaan alam (kosmos), diamana itu kelihatan menolak pandangan bahwa “kita adalah bagian dari alam” Akan tetapi kesadaran adalah hal yang esensial dalam sains, sehingga seorang fisikawan telah menulis bahwa “akan terus adanya kesadaran terhadap alam dalam kesadaran diri manusia. Hal ini dapat menjadi sesuatu yang sangat berharga, sebuah hasil yang sangat berarti dan penuh tujuan,  Dimana keberadaan manusia dengan kesadaran terhadap aalam adalah sebuah keharusan dan pasti.  (Davies, 1992, p.232)7
    Yang menjadi pertanyaan dari permasalahan ini adalah, mengapa kesadaran manusia dan pemahamnnya dalam pengetahuan ini menjadi penting? Kita kembali kepada pertanyaan hubungan antara pikiran manusia dan alam yang merupakan bagian kecil darinya. Sebuah kemungkinan dapat disimpulkan disini bahwa ketika sebuah  kesadaran dan rasionalitas bersama, keduanya akan berevolusi secara kebetulan, dan tidak mungkin berhubungan dengan pertanyaan penting tentang awal alam.  Menurut Roger Trigg, manusia hidup tidak sesederhana sebagaimana akibat-akibat yang tidak dapat dihitung yang tidak berhubungan dengan proses-proses dasar fisika di alam ini. Keberadaaan kita tergantung pada apa yang terjadi bahkan dalam sebuah peristiwa yang pasti setelah Big Bang.8
    Kalau kita melihat bagaimana saintis menggunakan teori-teori fisika untuk menghubungkan antara keberadaan yang sesungguhnya dengan kesadaran subjektif manusia terhadapnya? Ini mungkin akan terlihat sebagai sebuah kebenaran, tetapi lebih daripada itu, teori sains akan terlihat untuk merefleksikan fakta tentang diri kita dari pada alam itu sendiri. Penekanan sains sebagai bentuk kesadaran manusia atas kehidupannyaa adalah sebuah keniscayaan.

KESIMPULAN.

    Setelah kita melihat berbagai pandangan mengenai hubungan sains dan kesadaran manusia, kita dapat memberikan gambaran umum bahwa tidak akan tercipta sebuah sains tanpa adanya kesadaran manusia yang intens terhadap realitas alam. Kemajuan sains diawali dengan adanya kontemplasi dan kesadaran penuh akan realitas, baik itu materi maupun immatri, untuk kemudian direfleksikan pada ilmu-ilmu dalam kehidupan manusia.  Dimana seluruh bidang ilmu(sains)  terdapat dua aspek utama. Aspek pertama merupakan realitas alam semesta seperti fakta-fakta. Dan aspek kedua adalah pandangan manusia yang telah mengelompokkan fakta-fakta ini dan membentuknya menjadi sebuah teori dan merumuskannya menjadi sejumlah konsep.
    Dari ketiga pandangan tersebut, yaitu pandangan filosofis, pandangan metafisik agama dan pandangan saintisme dapat disimpulkan bahwa ketiganya sama-sama menempatkan “kesadaran” sebagai sebuah keniscayaan akan keberadaan sains, walaupun ketiganya melihatnya secara berbeda. Saya kira perbedaan itu diawali dengan persoalan penekanan antara subjektifitas dan objektifitas dalam sains itu sendiri. Dan akhirnya kita dapat melihat bahwa hubungan antara kesadaran manusia dan sains adalah sesuatu yang tidak akan pernah terpisahkan selama ada keberadaan manusia di alalm semesta ini.
     Dan setelah kita mengetahui titik persoalan hubungan kesadaran dan sains ini, diharapkan kita menggali dan selalu mengembangkan kesadaran kita terhadap diri kita dan terhadap alam raya ini dan tentunya kepada Sang Pencipta kita, dan pada saatnya nanti, akan berkembang sebuah sains yang berbasis nilai-nilai kemanusiaan bahkan tidak menutup kemungkinan sains yang berbasis Ketuhanan.


BIBLIOGRAPHY.

Ø    Bagir, Zainal Abidin, dkk. Ilmu, Etika dan Agama. Menyingkap Tabir Alam dan Manusia. CRCS. Jogjakarta. 2006
Ø    Ghosandi., Mehdi Dalam pengantar buku “Kloning Dalam Perspektif Islam” Menyingkap Hubungan Sains dan Agama. Teraju. Jakarta : 2007
Ø    Trigg, Roger. Rationality and Science. Can Science Explain Everything?. Blackwell. USA. 1999.
Ø    Popper, Karl. All Life is Problem Solving. Routledge. London. 2005 (99-104)
Ø    Rolston III, Holmes. Science and Religion. Templeton Foundation Press. Philadelphia. 2006. (Human Uniqueness and Human Responsibility. (xi –xiv)
Ø     Nasr, Sayyed Hossein. The Need for A Sacred Science. Curzon Press Ltd. British. 2004

POSTMODERNISME AND “CLASH OF CIVILIZATION”, ISLAM sebagai ANCAMAN BARAT?

POSTMODERNISME AND “CLASH OF CIVILIZATION”,
ISLAM sebagai ANCAMAN BARAT?
by: Abduh Muhammad

Abstraksi.
Sepanjang sejarah umat manusia, sebuah peradaban mengalami pasang surut. Banyak peradaban yang hilang ditelan bumi dan terkubur di dalam pasir-pasir sejarah. Walaupun demikian, tentu masih ada peradaban yang mampu berkembang dengan pesat, mampu beradaptasi dan mempengaruhi kehidupan manusia pada zamannya. Manusia dengan segala potensinya telah membentuk sebuah peradaban baru yang mungkin tidak dibayangkan sebelumnya oleh para nenek moyang mereka.
Akan tetapi peradaban yang telah berkembang itu seakan mendapat ancaman. Sebuah tesis atau tepatnya ramalan telah dilontarkan Samuel P Huntington pada abad ini bahwa pada masa depan akan terjadi benturan antar peradaban. Lebih jauh lagi, dia menjelaskan bahwa benturan itu akan terjadi antara peradaban Barat dan Peradaban Islam. Mungkin ini adalah sebuah ramalan yang fantastis, kenapa tidak, karena fenomena politik global tengah mengarah pada ramalan tersebut. Berbagai persinggungan konflik telah terjadi di beberapa belahan bumi. Bahkan tidak sedikit persinggungan tersebut telah dinodai dengan peperangan dan saling menghancurkan. Adanya hagemoni politik peradaban tertentu semakin memperparah situasi ini, kapitalisme, hagemoni pengetahuan bahkan ideologi Modern (Barat) banyak dipaksakan pada peradaban yang menurut mereka lebih rendah guna membentuk tatanan dunia baru yang mereka inginkan.
Agama sebagai sesuatu yang sangat fundamental seakan menjadi kambing hitam dalam setiap persinggungan ini. Kita dapat mengatakan bahwa “agama adalah ruh dari peradaban” itu sendiri, karena keduanya tidak pernah terpisahkan dalam sejarah kehidupan manusia. Adanya interpretasi keliru terhadap beberapa doktrin keagamaan telah menambah runyam permasalahan benturan antar peradaban ini. Hal ini tentu menimbulkan permasalahan baru, munculnya kalangan konservatif yang berusaha melindungi akar budayanya, fundamentalisme ekstrim, bahkan muncul terminologi terorisme yang sungguh merusak peradaban.
Posmodernisme disisi lain telah muncul dalam peradaban itu sendiri. Posmodernisme baik berupa paradigma maupun aspek sosio-cultural tentu tidak tinggal diam terhadap fenomena ini. Akan tetapi, harus kita akui posmodernisme sendiri memiliki sisi positif dan juga negatif. Secara positif Posmodernisme diharapkan mampu meredam konflik tersebut. Atau paling tidak terus berusaha menanyakan secara kritis terhadap setiap fenomena yang terjadi maupun terhadap tesis itu sendiri.

Baca selengkapnya »

Label: